Apakah Femtocell?
Femtocell adalah access point nirkabel berdaya rendah yang
beroperasi menggunakan spektrum frekuensi berlisensi untuk menghubungkan
telepon seluler standar ke sebuah jaringan operator seluler menggunakan DSL
atau koneksi pita lebar kabel di perumahan[3].
Konfigurasi Femtocell (Femto Forum)[3]
Femtocell dibuat sebagai salah satu alternatif solusi bagi
operator seluler dalam memperluas jaringan aksesnya hingga perumahan-perumahan
atau perkantoran yang seringkali tidak terjangkau oleh jaringan BTS konvensional,
sekaligus juga sebagai respon teknologi telepon seluler atas pertumbuhan VoIP
dan WiFi di seluruh dunia.
Sejarah Femtocell
Pada tahun 2002, sekelompok insinyur di Motorola tertarik
dengan ide membuat BTS seluler layaknya access point pada WiFi. BTS tersebut
dibuat dengan konsep koneksi jaringan transmisi yang berbasis jaringan
internet. Pada Tahun 2004, beberapa perusahaan lain mulai tertarik untuk
melakukan penelitian teknologi ini. Pada Tahun 2005, makin banyak perusahaan
yang tertarik pada ide femtocell ini, hingga semakin berkembang pada tahun
2007. Akhirnya pada tahun 2007 mulai berdiri organisasi Femto Forum untuk
mendukung perkembangan femtocell di seluruh dunia[1].
Pada 7
April 2009 akhirnya 3GPP, Femto Forum, dan Broadband Forum mempublikasikan
standar untuk Femtocell yang kemudian disebut dengan Home Node B (HNB) atau
Home enhanced Node B (HeNB). Berdasarkan hasil riset pasar Informa dan Femto
Forum, per Desember 2010, 18 operator telah meluncurkan layanan femtocell
secara komersial, dengan total 30 operator berkomitmen untuk
implementasinya[2].
Di Amerika
Serikat, implementasi femtocell sudah dimulai oleh Sprint Nextel, Verizon
Wireless dan AT&T Wireless yang menggunakan perangkat dari Samsung (Sprint
Airwave) dan Cisco System (3G Microcell). Untuk Asia, operator penyelanggara
layanan femtocell pertama kali adalah Softbank Mobile si Jepang, yang
menggunakan perangkat dari Ubiquisys. Kemudian diikuti oleh Starhub di
Singapura yang menggunakan perangkat dari Huawei Technologies. Pada November
2009, Femtocell mulai di implementasikan oleh China Unicom di China, dan NTT Docomo di jepang Di Eropa, operator
penyelenggara layanan Femtocell adalah Vodafone di Spanyol, Yunani, New Zeland,
dan Irlandia dengan menggunakan perangkat dari Alcatel Lucent, kemudian SFR di
perancis menggunakan perangkat dari Ubiquisys, dan diikuti oleh Optimus
Telecomunicacoes, S.A di Portugal[2].
Standarisasi Femtocell
Sesuai standar dari 3GPP, femtocell atau disebut dengan Home
Node-B (HNB) dan Home Enhanced Node-B (HeNB), pada jaringan UMTS memiliki
standar utama sebagai berikut [4]:
· Interface
HNB dengan HNB gateway menggunakan Luh interface
· Protokol
keamanan untuk autentifikasi HNB dan jalur komunikasi yang aman melalui
jaringan internet umum menggunakan protocol IPSec/IKE v2
· Protokol
operasi, administrasi dan Manajemen dari perangkat HNB menggunakan protokol
standar modem DSL yaitu TR-069 dan TR-196.
Arsitektur UMTS
Femtocell (HNB) – 3GPP [4]
Arsitektur CDMA Femtocell (HNB) – 3GPP [4]
Sedangkan pada jaringan CDMA, femtocell memiliki standar utama sebagai berikut [4]:
· Arsitektur
layanan sirkit menggunakan SIP/IMS-based
· Arsitektur
paket data menggunakan interface A10/A11
· Framework
keamanan menggunakan IPSec/IKEv2
· Peningkatan
pada perangkat telepon Seluler agar lebih femto-aware seperti penambahan
Enhanced System Selection (ESS) berdasarkan Prefered User Zone List (PUZL) dan
Prefered Roaming List (PRL)
· Layanan
dasar femtozone : Local IP Access (LIPA) dan Remote IP Access (RIPA)
· Arsitektur
manajemen femtocell menggunakan protokol standar modem DSL TR-069 dan TR -196.
Sesuai
dengan standar Error! Use the Home tab to apply ZA to the text that you want to
appear here., sebuah perangkat Femtocell harus memiliki layanan standard BTS
termasuk diantaranya utuk panggilan darurat dan layanan televisi.
Kajian implementasi Femtocell di Indonesia.
Seperti
sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, implementasi dari femtocell
diantaranya bertujuan untuk meningkatkan jangkauan telepon seluler pada
perumahan dan perkantoran melalui jaringan pita lebar internet umum yang
tersedia dengan mengadopsi teknologi pada access point WiFi. Dengan demikian
ada dua faktor utama yang dibutuhkan dalam implementasi dari perangkat
femtocell ini yaitu pertumbuhan jumlah pengguna dan ketersedian jaringan pita
lebar internet di sisi pengguna/pelanggan.
Gambaran
mengenai jumlah dan pertumbuhan pelanggan seluler di Indonesia dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
Pertumbuhan dan
jumlah pelanggan telepon Seluler Indonesia
(diolah dari Laporan Postel tahun 2009[6] dan beberapa
sumber lainnya)
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hingga akhir tahun
2010, pengguna telepon seluler di Indonesia telah mencapai 220 juta orang
dengan pertumbuhan 34.41%. Sehingga dengan demikian bisa simpulkan bahwa
pertumbuhan pengguna telepon seluler di Indonesia masihlah cukup tinggi dan
masih membutuhkan ketersediaan jaringan disisi operator.
Adapun
untuk ketersedian jaringan pita lebar internet dapat diamati pada pertumbuhan
pelanggan ISP di Indonesia pada tabel dibawah ini.
Pertumbuhan Pelanggan
ISP di Indonesia tahun 2009[6]
Untuk jenis sambungan internet per propinsi dapat dilihat
pada grafik dibawah ini
Data jenis sambungan
pelanggan ISP di Indonesia tahun 2009 [6]
Dengan total sambungan pelanggan internet pita lebar DSL sebanyak
1,275,312 sambungan dan rata-rata 38,646 sambungan, maka sebetulnya Indonesia
sudah bisa dikatan siap untuk mengimplementasikan femtocell sebagai salah satu
alternatif perluasan jangkauan sinyal operator telepon seluler. Namun perlu di
teliti lebih lanjut mengenai kualitas jaringan pita lebar internet tersebut,
karena cukup banyak ISP yang memberikan kecepatan akses internet yang jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan lebar pita akses jaringan yang
sebenarnya.
Beberapa isu yang berkaitan dengan implementasi Femtocell
Dari gambaran konfigurasi femtocell yang dibahas sebelumnya,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan berpotensi menjadi masalah dalam
implementasinya, yaitu :
Interferensi,
dimana pemakaian femtocell akan memperbesar keungkinan ternjadinya interferensi
sinyal ke BTS konvensional dan unit-unit femtocell yang bersebelahan. Untuk itu
salah satu standar dari femtocell mengharuskan perangkat tersebut untuk dapat
melakukan pengaturan sendiri disisi transmisi frekuensi radionya. Namun perlu
diuji terlebih dahulu implementasinya agar nanti tidak merugikan pelanggan dan
operator seluler baik operator yang sama maupun operator lainnya.
Peraturan yang
mengatur tentang perangkat dan stasiun pemancar radio, karena frekuensi yang digunakan
adalah frekuensi berlisensi. Dimana menurut peraturan pemerintah segala
pemancaran frekuensi radio atau stasiun radio wajib memiliki Ijin statsiun
radio. Dukungan pemerintah diperlukan untuk hal ini, sehingga diharapkan dapat
mempermudah dan mempercepat implementasi perangkat femtocell ini tanpa menunggu
perijinan dari pemerintah.
Mobilitas
perangkat femtocell tersebut, karena sangat mungkin terjadi pelanggan membawa
atau memindahkan perangkat tersebut ke lokasi lain diluar lokasi asal. Untuk itu
perlu disiapkan perangkat pelacak bagi perangkat tersebut untuk aktivasi dan
registrasi sesuai dengan lokasi penggunaannya, atau dapat pula diatur dengan
jelas mengenai prosedur pemindahannya yang mengharuskan untuk dilakukan oleh
pihak operator seluler yang bersangkutan.
Kualitas layanan,
seperti sudah di informasikan pada bagian sebelumnya bahwa kualitas jaringan
internet pita lebar di Indonesia cenderung belum memadai. Sehingga pada saat
implementasinya perlu dilakukan pengukuran kualitas internet yang tersedia atau
bahkan peningkatan kualitas jaringan internet tersebut jika memungkinkan.
Penurunan jumlah
pengguna layanan suara. Salah satu hal yang perlu menjadi pertimbangan lagi
adalah kenyataan yang sebenarnya dimana penguna telepon seluler di Indonesia
saat ini cenderung beralih ke layanan data untuk aplikasi jejaring sosial dan
komunikasi pesan baik menggunakan SMS, Blackberry messenger, Yahoo Messenger,
Twitter, Google Chat, Facebook chat, dan lain-lain. Pun dengan tren penggunaan
VoIP yang semakin meningkat, ditambah
dengan kemampuan layanan yang lebih baik yaitu video call seperti pada
Skype, Yahoo Call, Google Chat, Frings,
dan lain-lain. Sehingga efektifitas implementasi femtocell di sisi
pelanggan nantinya menjadi kurang efektif.
Kesimpulan dan Saran
Dari uraian diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
Secara teknis,
lokasi Indonesia memungkinkan untuk implementasi Femtocell, karena tersedia layanan pita lebar internet di
beberapa daerah di seluruh Indonesia. Namun dengan catatan, perlu adanya
improvement pada kapasitas jaringan internet tersebut. Diharapkan dengan
program nasional jaringan serat optik palapa ring dan implementasi Broadband Wireless
(BWA) yang digagas pemerintah, kualitas akses pada jaringan pita lebar internet
ke setiap daerah nantinya akan jauh lebih baik.
Jika melihat sisi
efektifitasnya, maka implementasi femtocell ini akan menguntungkan operator
seluler yang berminat untuk memperluas jangkauan sinyalnya ke seluruh nusantara
dengan biaya yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembangunan BTS
konvensional.
Namun jika dilihat
dari sisi bisnis, cukup aneh jika menyatukan layanan telepon seluler dengan
layanan internet karena secara tidak langsung membuka juga persaingan langsung
dengan layanan telepon VoIP dan jaringan sosial gratisan yang justru dapat
melumpuhkan layanan telepon selular
Terakhir, penulis dapat memberikan saran bagi operator
penyelenggara sebagai berikut:
1. Mode bisnis yang mungkin dilakukan untuk implementasi
femtocell oleh operator adalah:
Memberikan
fasilitas femtocell bagi pengguna-pengguna korporat yang telah memiliki
jaringan akses internet khususnya yang memiliki cabang di daerah namun tak
memiliki ketersediaan jangkauan operator Seluler seperti perbankan,
pertambangan, dan industry minyak dan gas bumi.
Bekerjasama dengan
ISP penyelenggara BWA atau pun kabel untuk menawarkan paket instalasi perangkat
termasuk femtocell milik operator Seluler.
Melakukan
perluasan jangkauan jaringan operator Seluler dengan pembangunan femtocell pada
gedung dan daerah-daerah blank spot, seperti gedung-gedung bertingkat, parkir
bawah tanah dan daerah-daerah yang dikelilingi pegunungan
2. Untuk menghadapi persaingan dengan jejaring sosial,
layanan VoIP, serta layanan video call, penulis berpendapat akan jauh lebih
efektif jika operator Seluler menyediakan layanan akses melalui internet baik
layanan suara VoIP maupun layanan pesan yang terintegrasi dengan billing nomor
pelanggan Seluler. Layanan ini tentunya harus dapat diimplementasikan pada PC
maupun smartphone berkoneksi WiFi.